Visual
impairments are commonly categorised into one of following categories:
(1)
partial sight;
(2)
low vision; or
(3)
blindness.
However, these are not definitive classifications and given
the breadth and variation within the term ‘visual impairment’, it is important
that any individual experiencing visual difficulties should seek or be brought
for professional medical advice.
The effect of visual problems on a child's development
depends on the severity, type of loss, age at which the condition appears and
overall functioning level of the child. The difficulties experienced generally
revolve around some or several of the following problems:
- Central vision problems
- Peripheral vision problems
- Interrupted field
- Narrow field
- Problems with visual acuity
- As a result, visual impairments may actually hinder or delay development in:
- Acquiring concepts
- Mastering reading skills
- Developing an understanding of numbers and mathematical concepts
- Acquiring skills in mobility, direction and travel
Taken from:
http://www.scoilnet.ie/article.aspx?id=3259
Klasifikasi
yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain :
1. Menurut Lowenfeld, (1955),
klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan,
yaitu :
· Tunanetra sebelum dan sejak lahir;
yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
· Tunanetra setelah lahir atau pada
usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan.
· Tunanetra pada usia sekolah atau
pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan
pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
· Tunanetra pada usia dewasa; pada
umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri.
· Tunanetra dalam usia lanjut;
sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
· Tunanetra akibat bawaan (partial
sight bawaan)
2. Klasifikasi anak tuna netra
berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :
· Tunanetra ringan (defective
vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan
tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu
melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
· Tunanetra setengah berat (partially
sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca
tulisan yang bercetak tebal.
· Tunanetra berat (totally blind);
yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3. Menurut WHO, klasifikasi didasarkan
pada pemeriksaan klinis, yaitu:
· Tunanetra yang memiliki ketajaman
penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari
20 derajat.
· Tunanetra yang masih memiliki
ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik
melalui perbaikan.
4. Menurut Hathaway, klasifikasi
didasarkan dari segi pendidikan, yaitu :
· Anak yang memiliki ketajaman
penglihatan 20/70 atau kurang setelah memperoleh pelayanan medik.
· Anak yang mempunyai penyimpangan
penglihatan dari yang normal dan menurut ahli mata dapat bermanfaat dengan
menyediakan atau memberikan fasilitas pendidikan yang khusus.
5. Menurut Kirk (1962) mengutip
klasifikasi ketunanetraan, yaitu :
· Anak yang buta total atau masih
memiliki persepsi cahaya sampai dengan 2/2000, ia tidak dapat melihat gerak
tangan pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
· Anak yang buta dengan ketajaman
penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak dapat menghitung jari pada jarak 3
kaki di depan wajahnya.
· Anak yang masih dapat diharapkan
untuk berjalan sendiri, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan
10/200, ia tidak dapat membaca huruf-huruf besar seperti judul berita pada
koran.
· Anak yang mampu membaca huruf-huruf
besar pada koran, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan
20/200, akan tetapi ia tidak dapat diharapkan untuk membaca huruf 14 point atau
tipe yang lebih kecil.
· Anak yang memiliki penglihatan pada
batas ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih, akan tetapi ia tidak memiliki
penglihatan cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan penglihatan
dan anak ini tidak dapat membaca huruf 10 point.
6. Menurut Howard dan Orlansky,
klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu :
Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan
pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada
retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa
kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :
· Myopia; adalah penglihatan jarak
dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan
menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada
penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
· Hyperopia; adalah penglihatan jarak
jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan
menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada
penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
· Astigmatisme; adalah penyimpangan
atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata
atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak
dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa
silindris.
Diambil
dari:
http://kuliahgratis.net/klasifikasi-anak-berkelainan-fisik/
0 komentar:
Posting Komentar